Bawaslu Takalar  Gagal Buktikan Independensi dan Integritas Dalam Menerapkan Aturan kode Etik.

Pembaharuanpost.com.—Hasil rapat pleno Bawaslu Takalar terkait aduan Lembaga Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) semakin memperjelas karat integritas dan profesionalime kerja yang memang diragukan sebagai sebuah badan pengawas. Yaitu Bawaslu Takalar.

Diketahui bersama bahwa Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Hal ini lantaran hasil rapat pleno tersebut diduga mengenyampingkan dan lalai menerapkan aturan kode etik dan juga Undang-Undang yang mewajibkan tugas pengawas dan penyelenggara yang harus bebas dari aroma KKN dalam hal ini kolusi dan nepotisme.

Ada kesan pembiaran yang selama ini terjadi, yang konon sudah mengarah kepada pemakluman  yang terkesan dibiasakan. Ambil contoh kepada Dwi Wahyuni yang sejak pemilu 2019 telah mengangkat suaminya menjadi staff panwascam Mappakasunggu, yang kabarnya masih berlanjut sampai periode sekarang. Hal yang dilakukan ini dengan terang dilarang oleh  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011. Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 85 huruf (m). tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu.

Selain itu Dwi Wahyuni selaku anggota Panwascam Mappakasunggu berarti turut serta memplenokan dan meloloskan orang tuanya yang bernama Akhmad sebagai PKD Desa Pa’batangang. Apakah hal ini tidak melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Padahal masih ada pendaftar lain yang lebih potensial dan lebih mampu bekerja dengan usianya yang masih muda.

“Kode etik itu wajib di taati oleh penyelenggara. Dan kalau sudah dinyatakan pelanggaran berat. Maka sanksinya adalah pemecatan.” Ungkap Albertus George. Praktisi hokum yang juga Eksponen reformasi mahasiswa 98.

“ini adalah merupakan indikasi  pembiaran, karena hal ini sudah dilakukannya sejak pemilu 2019 yang lalu. Jadi kami menganggap bahwa hasil rapat pleno Bawaslu Takalar dengan sendirinya telah mencederai kode etiknya sendiri. Yang sebenarnya harus di tegakkan.”

“Artinya karena kami bingung dengan hasil rapat pleno tersebut. Maka hal ini kami akan gugat kembali ketika bawaslu yang baru nanti sudah terpilih. Siapa tahu mereka lebih lihai dan berani menjabarkan segala aturan dan undang-undang mengenai sanksi terhadap sebuah pelanggaran berat untuk petugas panwascam.” Tegas Bung Ichal Ketua Relawan GSPI Takalar.

(zalman)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*