H. Mustafa Natsir : BRI Berikan Data Palsu Di Persidangan. “Perjanjian Kredit Muncul Padahal Saya di Tanah Suci”

PP. Takalar. Sidang Kelima gugatan H. Mustafa Natsir di pengadilan negeri Takalar digelar dengan agenda jawaban tergugat II yaitu PT. BRI (Persero) tbk Cabang Takalar, pada kasus perdata 35/Pdt.G/2021/PN.Tk. namun jawaban tergugat tidak dibacakan pada persidangan, dan hanya memberikan jawaban lewat surat setebal 6 halaman. (Selasa: 19-10-2021).

Sebelum persidangan digelar dan dinyatakan terbuka untuk umum tersebut. Majelis hakim Putu Wisnuwijaya sempat menegur kuasa dari BRI yang setiap persidangan selalu berbeda-beda.

“Kuasa BRI yang hadir selalu berbeda-beda. Komunikasi dengan BRI sepertinya tidak bagus.” Ungkap Wisnu Putuwijaya. Kepada kuasa BRI A. Awaluddin.SH, yang baru terlihat di persidangan. Didampingi Awal Putra. karean jawabannya tidak menyertakan CD.

Namun yang menjadi aneh menurut penggugat bahwa adanya indikasi penggelapan data kembali yang dilakukan pihak PT. BRI (Persero) tbk Cabang Takalar didepan persidangan, karena hanya memberikan jawaban pada tuhun 2005. Berarti menyembunyikan data tahun 1995 sampai 2004.

“saya punya data tahun 1995 sampai 2004. Dan saya juga punya data dari OJK tahun 2002.” Ungkap penggugat H. Mustafa Natsir dihadapan kuasa hukumnya setelah mencermati jawaban tertulis BRI.”

“ tahun 2005 saya tidak pernah mengadakan transaksi kredit baru dengan BRI yang nilainya750 juta. Karena tanggal yang tertera pada perjanjian kredit 27 April 2005, saya di tanah Suci Mekah. Jadi saya sangat yakin bahwa data yang disampaikan adalah data palsu dan rekayasa.” Jelas H. Mustafa Natsir.

Sedangkan kuasa hukumnya Salasa Albert. Tetap menyatakan tidak terima hadirnya kuasa BRI di persidangan dengan alasan bahwa surat kuasa yang gunakan pihak  BRI  adalah tahun 2015. Padahal kasus ini di daftar tahun 2021.

“kami gugat adalah direksi. Bagaimana direksi bisa tahu terkait gugatan kami sekarang ?, kalau surat kuasa yang di gunakan tahun 2015 ?, ini tidak benar. Dan harus diketahui bahwa surat kuasa yang tidak menyebuta apa yang diperkarakan adalah cacat prosedural.” Ungkap Salasa Alber.

“Surat kuasa Khusus itu harus menyebutkan pokok perkara, dengan pihak siapa, dipengadilan mana, dan menyebutkan nomor perkara. Aneh kalau direksi memberikan surat kuasa tahun 2015. Dan perkaranya dilaksanakan tahun2021. Bagaimana dia bisa tahu bahwa enam tahun kedepan akan ada kasus gugatan kepada BRI cabang Takalar.” Tambah Salasa Albert dikantor pengadilan sebelum persidangan digelar.

“Surat Kuasa itu ada hukumnya. Yaitu RBG pasal 147, HIR pasal 123 dan surat edaran mahkama agung nomor 6 tahun 1994. Layak majelis hakim mengetahui ini semua.“ Kunci Salasa Albert. <mg>

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*