PP. Bone — Kasus penipuan, pengelapan dan pemalsuan Jempol bukti pengambilan serifikat tanah dari pertanahan kab. Bone dengan Lp / 26/ X /2016 /SPKT/Res Bone , yang sampai saat ini belum juga P-21, dalam proses penyelesaiannya pun punya mekanisme tersendiri. Dimana mekanisme yang ada pastinya melibatkan banyak pihak, khususnya para penegak hukum karena pada umumnya masalah yang terjadi memiliki akibat hukum tersendiri. Hal tersebut demi tercapainya tujuan hukum yaitu adanya kepastian hukum.
Namun dalam kenyataan yang ada mekanisme atau proses penyelesaian masalah hukum tidak terlaksana dengan baik. Hal itulah yang terjadi pada proses penerbitan dan pembagian sertifikat tanah di Desa Nagauleng Kecamatan Cenrana, Desa Nagauleng Kabupaten Bone.
Dimana dalam proses penerbitan sertifikat melalui prona diduga telah terjadi penipuan, penggelapan dan pemalsuan terhadap proses penerbitan dan pengambilan sertifikat tanah dari salah seorang warga yang ikut dalam prona tersebut.
Proses hukum dari kasus yang terjadi sebenarnya telah dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Dimana pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan yang ada, dan mala telah diketahui fakta-fakta hukumnya begitupun siapa-siapa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut termasuk dugaan keterlibatan Kepala Desa dan Aparat desanya.
Bukan itu saja, berkas pemeriksaan dari Polres Bone sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bone, akan tetapi berkas yang ada sudah 5 kali bolak balik dari penyidik polres bone dan Kejari Bone. Padahal menurut penyidik Polres Bone, berkas kasus sudah layak dan terpenuhi unsur yang di sangkakan baik Materil dan Formilnya serta sudah layak limpahkan ke pengadilan. Namun berkas yang sudah d limpahkan ke kejaksaan lagi – lagi ditolak dan dikembalikan ke penyidik Polres Bone dengan alasan belum ada mens rea meliputi cerminan niat jahat.
Melihat masalah yang terjadi dalam kasus tersebut LSM INAKOR melalui kepala Direktorat devisi Aset Negara Masran Amiruddin, SH.MH, (sabtu/8 agustus 2020) menjelaskan bahwa jika melihat fakta -fakta hukum yang ada sebagaimana yang telah diungkap oleh pihak Penyidik Kepolisian Polres Bone yang berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan maka seharusnya dalam kasus tersebut sudah bisa masuk ke pengadilan.
” Tapi nyatanya sampai saat ini, kasus tersebut masih belum punya kepastian hukum dan masih saja berpolemik di dua instansi (kepolisian dan kejaksaan), mala sudah di P-19 sebanyak 5 kali, bahkan penyidik sudah memasukkan kembali berkas perkara atas perintah hasil gelar perkara yang di lakukan polda sulsel tanggal 13 Maret.2019. Namun hasilnya masih bolak -balik dan tidak tahu sampai kapan baru diproses dipengadilan,” lanjut Masran.
Seperti diketahui, kasus ini dilaporkan sejak tahun 2016 surat laporan nomor : STTPL/26/X/2016/Sulsel/Res Bone/Sek Cenrana Kasus ini bermula saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.
H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal pihak BPN sudah menyerahkan ke kepala desa sebagai penanggung jawab atas peserta prona Pada saat itu untuk dibagikan.
Dalam kasus ini, telah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng (NR ) yang terbukti melakukan pemalsuan cap jempol bukti pengambilan pada sertifikat tanah milik H. Mappa.
Ketua LSM INAKOR Sul-Sel, “Asri, mendesak kejaksaan tinggi sulsel mengambil alih dan menindak lanjuti pengaduan warga masyarakat yang telah diadukan sejak tahun 2019, karena sudah dua tahun lebih polres bone sudah metetapkan satu tersangka dalam kasus pemalsuan sertifikat prona yang bergulir di polres bone, namun jalan ditempat bahkan tersangka masih bebas berkeliaran karena diduga peran kepala desa dalam kasus ini sangat dominan membackup kasus ini ”Ucap Asri
Terkait Dengan adanya penolakan dan bolak – balik dan pengembalian berkas oleh pihak kejari Bone kirannya perlu ada tindakan dari pihak Kejati sulsel, melalui pihak pengawasan, Aspidum Apalagi sudah 5.kali penolakan,dan anehnya lagi pihak kejari bone mengembalikan berkas hanya karena alasan niat dari pelaku dalam kasus pemalsuan tanda ( jempol ) padahal perbuatan pemalsuannya telah ada dan terbukti oleh penyidik kepolisian melalui labpor sudah terbukti serta diakui oleh pelaku ataupun tersangka serta adanya penetapan tersangka oleh pihak polres bone.” terang Asri / ketua Lsm Inakor. Sabtu (08 /08/20).
Menurutnya, ini hal yang sangat aneh jika alasan itu yang di jadikan sebagai penolakan dan pengembalian berkas oleh pihak kejari Bone ke polres Bone. Apalagi untuk pembuktian dari perbuatan (pemalsuan) kewenangan dari lembaga peradilan yang mengadili, memeriksa dan nantinya memutuskan unsur pidananya terpenuhi atau tidak karena yang berhak memutuskan benar atau salah hanyalah pengadilan.
Kepolisian dan kejaksaanlah yang cukup berkompenten menemukan siapa – siapa yang dianggap terlibat berdasarkan fakta-fakta hukum dan alat bukti yang ada.”Tegas Asri menutup percakapan ( Restu )
Leave a Reply