
PP. Indikasi. Jelang masa ujian sekolah di Kabupaten Takalar , tercium aroma dugaan korupsi. Hal itu berasal dari penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengadaan soal ulangan yang begitu fantastis Angkanya sebesar miliaran rupiah. Oknum guru, jajaran Kelompok Kerja Kepala Sekolah hingga Dinas Pendidikan, disebut-sebut berbagi peran dalam memainkan anggaran.
Beberapa Kepala Sekolah kompak berbagi peran dalam memainkan secuil anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Tepatnya ketika masa ulangan tengah semester (UTS) dan ulangan akhir semester (UAS) untuk siswa SD dan SMP dilaksanakan.
Dimana setiap siswa SD di
Kabupaten Takalar “dipungut” Rp26.000 jelang ulangan. Duit ini digunakan untuk
membiayai pengadaan soal. “Biaya pengadaan soal diambil langsung dari dana BOS
setiap sekolah. Jadi jarang ada orang tua yang tahu,” ujar sumber media online
Pilihan rakyat , Minggu lalu.
Secara nominal, nilai Rp26.000/siswa /satu mata pelajaran memang kecil. Tak terlihat pula. Karena diambil langsung dari BOS masing-masing siswa. Tapi jika diakumulasi dengan total jumlah siswa SD dan SMP yang ada di Kabupaten Takalar maka jumlah duit pengadaan soal mencapai Kurang lebih miliaran setiap ulangan. Angka itu dengan asumsi Rp26.000 (biaya pengadaan soal) dikali dengan total jumlah siswa dan berapa mata pelajaran di sekolah SD dan SMP , pengadaan soal ini sudah berlangsung di tahun 2018/2019.
Yang menjadi masalah, seharusnya pelaksanaan pengadaan soal dilakukan langsung oleh pihak sekolah seharusnya . Itu pun bukan dengan cara mencetak soal ulangan layaknya soal UN. Namun hanya penggandaan (fotocopy) , herannya dilibatkan guru mata pelajaran yang di panggil oleh pihak dinas untuk bikin soal dan kenapa bukan pihak sekolah sendiri yang bikin karna guru mata pelajaran yang bikin soal dan dia juga yang periksa .
Akan tetapi yang terjadi di Kabupaten Takalar mekanisme tersebut tidak berjalan sesuai dengan petunjuk teknis karena dikoordinir melalui kelompok kerja kepala sekolah (K3S). Sehingga biaya penggandaan soal yang tadinya hanya Rp1.000-10.000 setiap siswa, membengkak menjadi Rp26.000 , berarti diduga ada kerjasama antara pihak Dinas Pendidikan ,K3s dan juga rekanan yang di tunjuk sehingga tercipta indikasi Korupsi berjamaah”.
“Kenaikan ini untuk membayar pihak ketiga. Yakni :guru-guru pilihan pengawas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Takalar yang dikoordinir K3S. Mereka ini bertugas membuat soal ulangan/ujian. Serta biaya percetakan,” ungkap sang sumber yang tidak mau disebut namanya. (Kamis:09-01-2020).
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Tiga Belas (Kurtilas) penilaian ulangan seharusnya dilaksanakan langsung oleh guru yang bersangkutan.
Itu kemudian dikuatkan oleh petunjuk teknis (juknis) dana BOS yang menyebutkan soal ulangan/ujian siswa yang dicetak diperbanyak dengan fotokopi.
“Tapi yang terjadi sekarang tidak demikian. Soal dibuat oleh guru-guru pilihan pengawas pembina dan dicetak ke pihak ketiga,” tambah sumber lagi.
Dia menilai cara ini sudah tidak benar. Sebab soal dibuat oleh pengawas pembina yang memilih beberapa guru. Kemudian soal yang telah jadi “dijual” ke K3S. Lalu oleh K3S dicetak ke pihak ketiga. Sepengetahuannya, keuntungan dari angka Rp26.000/siswa itu dibagi-bagi kepada mereka yang terlibat dalam pengadaan. Berdasarkan catatannya. Dalam setiap kali pengadaan soal ulangan, percetakan yang mendapat proyek pengadaan, Diduga ada menyisihkan fee per kecamatan ke K3s”.
Pengadaan soal itu seharusnya diserahkan kepada masing-masing sekolah. Karena dalam aturan penilaian hak sekolah dalam hal ini guru yang dikoordinir sekolah. Kecuali ujian. Sebab itu hak lembaga sekolah.
Fungsi pengawas seharusnya membina sekolah binaannya untuk membuat soal yang sesuai standar. Namun malah mengkoordinir soal dengan cara memanggil para guru pilihan untuk membuat soal.
“Sebenarnya tidak boleh ada jual beli, yang benar soal yang sudah jadi itu diserahkan ke sekolah lalu diminta untuk digandakan atau di fotokopi tanpa ada biaya yang besar,” kunci sumber . (Sumber PR /Red) _�;�\ݿ
Leave a Reply